Cybercrime adalah
istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan menggunakan komputer
atau jaringan komputer sebagai alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan
tersebut. Cybercrime atau
kejahatan dunia maya terdiri atas 3 (tiga) kategori utama, yaitu sebagai
berikut :
1. Kejahatan Dunia Maya yang berkaitan dengan kerahasiaan,
integritas dan keberadaan data dan sistem komputer;
2. Kejahatan
Dunia Maya yang menggunakan komputer sebagai alat kejahatan; dan
3. Kejahatan
Dunia Maya yang berkaitan dengan isi atau muatan data atau sistem
komputer.
KASUS
INTERNASIONAL
1.
Unauthorized Access to Computer System and
Service
Kejahatan
yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer
secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem
jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena merasa
tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki
tingkat proteksi tinggi.
Kejahatan
ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi Internet/intranet. Kita tentu
belum lupa ketika masalah Timor Timur
sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website
milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu
lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam data base berisi data
para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang
bergerak dibidang ecommerce yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi
(Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI)
juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak
berfungsinya situs ini beberapa waktu lamanya (http://www.fbi.org).
Cyber Terorism Suatu tindakan cybercrime termasuk
cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke
situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai
berikut : Beberapa waktu lalu di tahun 2004, Kepolisian RI berhasil menangkap
pelaku pembuat situs yang ditengarai merupakan situs yang digunakan oleh
Kelompok Jaringan teroris di Indonesia untuk melakukan propaganda terorisme
melalui Internet. Domain situs teroris http://www.anshar.net dibeli dari kartu kredit
curian (hasil carding). Hasil penelusuran menunjukkan, situs tersebut dibeli
atas nama Max Fiderman. Max Fiderman tentunya bukan nama asli, alias nama
samaran. Max Fiderman sebenarnya orang baru di belantara carding. Setelah
menguasai sedikit ilmunya, Max diduga berhasil dibujuk untuk membeli domain
http://www.anshar.net dengan kartu kredit curian.Menurut hasil penyelidikan
dengan menggunakan Software Visual Trace Route, ”Max Fiderman” menggunakan Matrix untuk online, IP Address–nya
adalah 202.152.162.x dan 202.93.x. Matrix adalah salah satu jenis kartu telepon
seluler GSM pascabayar yang dikeluarkan oleh PT. Indosat. Terdakwa pembuat
situs diancam hukuman UU RI No.15 Thn2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Alat pendukung Gakum “CC” Computer Forensic: Hardware: 1. DAT
Imager. 2. Diskette Imager. 3. Disk Emulator. 4. Covert Imager. 5. Mobile
forensic workstation. 6. Enterprise imaging system 7. Hardisk Duplicator.
Software: 1. GenX. 2. Gen Text. 3. Gen Tree.
Berdasarkan motif kegiatan yang
dilakukannya, cybercrime dapat
digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
A.Cybercrime
sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan
tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas.
Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana
kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor
kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di
internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk
menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi
(spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan
internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat
dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi. Contoh cybercrime sebagai tindakan
kriminal Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain. Nama domain (domain
name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun
banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama
perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih
mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan
adalah cybersquatting.
Masalah lain adalah menggunakan
nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus:
mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah
membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang
lain. Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting. Contoh kasus
typosquating adalah kasus klikbca.com (situs asli Internet banking BCA).
Seorang yang bernama Steven Haryanoto, seorang hacker dan jurnalisp pada
Majalah Web, membeli domain-domain yang mirip dengan situs internet banking
BCA. Nama domainnya adalah www.klik-bca.com, kilkbca.com, clikcba.com,
klicka.com, dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan ini nyaris sama. Jadi,
jika publik tidak benar mngetik nama asli domain-nya, maka mereka akan masuk ke
situs plesetan ini. Hal ini menyebabkan identitas pengguna (user_id) dan nomor
identitas personal dapat diketahui.
Diperkirakan, ada sekitar 130
nasabah BCA tercuri datanya. Modus dari kegiatan kejahatan ini adalah penipuan.
Motif dari kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni
kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja membuat sebuah
situs dengan membuat nama domainnya sama dengan suatu perusahaan atau merek
dagang.
· * Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai dengan standar
internasional.
· * Meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah
terjadinya kejahatan tersebut.
· * Meningkatkan
kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime.
Perlunya dukungan lembaga khusus, baik
pememrintah maupun NGO (Non Government Organization).
B.
Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet
yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan
tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk
kejahatan.
Salah satu contohnya adalah probing
atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian
terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang
digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan
sebagainya. Pencurian dan penggunaan account internet milik orang lain.
Pencurian account ini berbeda dengan pencurian secara fisik karena pencurian
dilakukan cukup dengan menangkap “user_id” dan “password” saja.
Tujuan
dari pencurian itu
hanya untuk mencuri informasi saja. Pihak yang kecurian tidak akan merasakan
kehilangan. Namun, efeknya akan terasa jika informasi tersebut digunakan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut akan membuat semua beban biaya
penggunaan account oleh si pencuri dibebankan kepada si pemilik account yang
sebenarnya. Kasus ini banyak terjadi di ISP (Internet Service Provider). Kasus
yang pernah diangkat adalah penggunaan accountcurian yang dilakukan oleh dua
Warnet di Bandung.
Pendapat Saya :
Sebaiknya tidak ada lagi oknum oknum yang menyalahgunakan pemakaian komputer, internet untuk hal-hal yang tidak penting serta merugikan banyak orang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar